Berita Kemenkumham

SARAN JHONI, “BUATLAH PETA RAWAN PUNGLI”

Slide3

Pungutan liar (pungli) yaitu sebagai meminta sesuatu kepada seseorang (lembaga, perusahaan dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim. Perbuatan pungli secara hukum dideskripsikan dalam Pasal 12 Undang-undang no 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa pungli merupakan perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Pungli terjadi karena ketidakpastian pelayanan, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, faktor ekonomi, faktor kultural dan budaya organisasi, terbatasnya SDM, lemahnya sistem control dan penagwasan. Sehingga berdampak pada tingginya biaya ekonomi, terlambatnya pembangunan, rusaknya tatanan masyarakat dan ketidakpercayaan masyarakat.

Oleh karena itu, Unit Pemberantasan Pungli (UPP) di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berupaya untuk melakukan pencegahan pungli, yaitu penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku pungli (Zone Tolerance), mengubah pelayanan yang manual menjadi berbasis online, perubahan mindset dari paradigma dilayani menjadi melayani, ucap Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkumham, Jhoni Ginting saat memaparkannya pada kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Satgas Saber Pungli (09/12).

Bertempat di Aston Bogor Hotel dan Resort Bogor, Jawa Barat, Jhoni menyarankan untuk membuat Peta Titik Rawan yang dapat disalahgunakan. “Dengan adanya peta titik rawan korupsi, kita bisa menempatkan orang-orang yang memiliki identitas yang baik disitu”, sarannya.

Kemenkumham sudah mempunyai peta titik rawan pungli dan yang paling banyak persoalannya ada di Lapas. Tim UPP Kemenkumham memetakan area rawan pungli di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, antara lain:

  • Pungli dalam pengurusan remisi;
  • Pungli untuk penempatan kamar yang lebih layak;
  • Pungli untuk pengurusan Juctice Collaborator;
  • Pungli sebagai jatah harian/rutin bagi petugas seperti rokok dan lain-lain;
  • Pungutan tidak resmi terhadap pemilik kantin;
  • Pungutan terhadap WBP/Keluarga WBP dalam layanan kunjungan; dan
  • Modus lainnya seperti Mutasi, Izin berobat, izin keluar, pengangkatan pemuka/tamping, pengurusan asimilasi, PB, CB, CMB dan lain-lain.

Tidak hanya itu, Tim UPP Kemenkumham juga telah memetakan area rawan pungli di UPT Imigrasi, antara lain:

  • Pungli untuk mempercepat proses pembuatan PASPOR;
  • Pungli dengan alibi membantu masyarakat yang buta huruf;
  • Meminta sejumlah uang tertentu dengan alasan paspor tidak bisa di cap;
  • Mengklaim seorang WNA tidak dapat masuk lalu meminta uang agar diperbolehkan masuk;
  • Mengklaim bahwa VISA yang digunakan WNA salah dan meminta uang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut;
  • Intimidasi /ancaman untuk mendeportasi lalu meminta uang untuk penyelesaiannya;
  • Jatah rutin kepada petugas (khususnya petugas imigrasi ketika kapal bersandar).

Setelah itu, Jhoni serahkan kepada masyarakat, “lihat dan laporkan ke kita, kita akan periksa. Kalau memang terbukti, kita geser. Kalau keterlaluan kita nonjobkan. Hukdis ada ringan, sedang dan berat. Kan berjenjang. Semua harus dibina dulu, jangan langsung ditindak”.

Sebelumnya, Jhoni menayangkan Video Layanan Konsultasi yang ada di Itjen Kemenkumham dan menjelaskan tentang Aplikasi Sistem Informasi Pengawasan (SIMWas) New.

Akhir paparannya, Jhoni mengajak, “Mari join hand to hand, untuk menegakkan dan membenahi semua ini”, ajakannya kepada seluruh peserta yang hadir. (Red/Photo: Humas.Itjen.Kumham)

Slide2

Slide4

Slide1

Berita Lainnya
Berita Lainnya

Sorry, no posts matched your criteria.

Alamat Kantor
Jl. HR. Rasuna Said kav 6-7 Kuningan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia-12940
Call Center
021 - 5253004
0812-2207-8911
Copyright © 2024 Inspektorat Jenderal - Kementerian Hukum dan HAM R.I.