
Jakarta, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bertugas bukan untuk mencari-cari kesalahan, tapi untuk mengawal kinerja Kemenkumham, kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkumham, Jhoni Ginting saat memberikan arahan kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Calon ASN pada kegiatan Arahan Pimpinan, Kamis (27/12).
Sebelum Jhoni memberikan arahannya, dia memperkenalkan dirinya dan bercerita tentang jabatan sebelumnya kepada seluruh ASN dan CASN yang bertempat di Auditorium Itjen Kemenkumham Lt 16, Gedung Sentra Mulia, Kuningan, Jakarta.
Sebelum menjabat sebagai Irjen, Jhoni menjabat sebagai Deputi 3 Bidang Hukum dan HAM di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam). “Kalian bisa bertanya kepada atasan atau staf saya disana tentang saya”, ucapnya.
Berdasarkan informasi dari Bagian Sistem Informasi Pengawasan Itjen Kemenkumham, Pelaporan hukuman disiplin (hukdis) tahun 2018 dan tahun sebelumnya masih belum update. Diharapkan, “untuk diupdate secepatnya”.
Oleh karena itu, Surat Keputusan (SK) tentang hukdis ringan maupun berat yang disetujui oleh atasan langsung ataupun dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil), Itjen Kemenkumham harus mengetahuinya, imbuhnya.
Hukdis diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Akhir arahannya, ada 3 hal yang disampaikan Jhoni untuk meningkatkan kinerja Kemenkumham, antara lain:
1. Buat Pedoman/ketentuan Pengawasan;
2. Bentuk Tim Percepatan Hukdis;
3. Tertib Administrasi.
Kemudian, Jhoni menginginkan aplikasi hukdis sampai Kanwil atau ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kemenkumham, inginnya.
Kegiatan ini dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Itjen Kemenkumham, mempersiapkan program kegiatan Tahun Anggaran 2019, dan mempererat tali silaturahim serta meningkatkan kinerja Kemenkumham. Red/Photo: Humas.Itjen




Jakarta, Inspektur Jenderal (Irjen) Bersama Pejabat Tinggi Pratama di Lingkungan Inspektorat Jenderal (Itjen) menghadiri kegiatan acara Refleksi Akhir Tahun 2018 yang diselenggarakan di Graha Pengayoman, Kamis (27/12).
Dalam kegiatan tersebut, Bambang Rantam Sariwanto - Sekretaris Jenderal (Sekjen) membuka acara tersebut dengan tema “Kebahagian Bekerja Bersama Meraih Prestasi”. Acara Refleksi tersebut dihadiri oleh 150 peserta yang terdiri dari Pejabat Pimti Madya, Pimti Pratama dan Kepala Kantor Wilayah di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Bambang menyampaikan, bahwasanya Menteri Hukum dan HAM akan memberikan penghargaan berupa kenaikan tunjangan kinerja kepada para pelopor perubahan dari 10 satuan kerja yang berpredikat WBK di Lingkungan Kemenkumhamd dan Instansi terbaik pertama dalam merespons pengaduan masyarakat melalui e-lapor dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Yasonna H Laoly – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dalam penyampaian serta arahannya kepada seluruh Peserta yang hadir, juga menyampaikan bahwa Kemenkumham sepanjang Tahun 2018 telah menerima 11 penghargaan dimana salah satunya yaitu Menkumham mendapatkan penghargaan sebagai Pimpinan Perubahan yang memperoleh predikat WBK pada 10 satuan kerja, TOP 25 Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik E-Lapor, TOP 40 Inovasi e-Hak Cipta dengan teknologi kriptografi, dan masih banyak lain.
Sebagai ASN kita adalah Pelayan Masyarakat, jadi kita harus siap dan sigap dalam melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya demi tercipta kesejahteraan masyarakat dengan mendorong perekonomian dikalangan masyarakat, pesan Yasonna.
Menkumham juga menyampaikan, bahwa Kemenkumham telah banyak melakukan dan memberikan kepastian Hukum secara adil melalui pelaksanaan antara lain: Program Pembentukan Hukum, Program Pembinaan dan Penyelenggaraan Pemasyarakatan, Program Peningkatan Pelayanan dan Penegakan Hukum Keimigrasian, Program Pembinaan Kekayaan Intelektual, Program Administrasi Hukum Umum, Program Pemajuan Hak Asasi Manusia, Program Pembinaan Hukum, Program Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kemenkumham, Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas, dan Program Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis lainnya.
Untuk Tahun 2019 nanti, Menkumham menyampaikan bahwa terdapat beberapa agenda strateis Nasional, salah satunya Pelaksanaan Pemilu serentak. Maka untuk itu Menkumham meminta agar ASN tetap netral, focus bekerja dan tetap menjaga persatuan serta kesatuan bangsa, ujar Yasonna.
Yasonna diakhir kesempatan juga mengingatkan bahwa kerja kita belum selesai, masih banyak target yang harus diselesaikan, kita harus kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas dalam memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Kami PASTI harus menjadi yang terbaik daam memberikan pelayanan dan penegakan hukum dan HAM kepada Masyarakat, karena Kemenkumham PASTI “Always The Best” Tutup Menkumham.
Dipenutup kegiatan refleksi ini juga disempatkan dengan acara Bakti Amal sebagai wujud empati atas terjadinya bencana Tsunami di Banten dan Lampung, maka diajaklah seluruh peserta yang hadir untuk ikut menyumbang sebagian dari hartanya untuk membantu saudara-saudara yang sedang tertimpa musibah tersebut. Kemenkumhampun memberikan bantuan sumbangan untuk di Banten dan Lampung masing-masing sebesar Rp 75 juta dan diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah sebagai perwakilan dari Kemenkumham. Red/Photo: Humas.Itjen




Jakarta—Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengoreksi istilah “Moratorium Remisi” bagi terpidana korupsi dan terorisme menjadi ke istilahnya semula, “Pengetatan Remisi“ dengan syarat dan kriteria yang lebih terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Pernyataan tersebut diungkapkan Wakil Menteri pada Press Briefing pada Kamis (03/10) di Ruang Soepomo Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Denny, pengetatan hak-hak narapidana kasus korupsi dan terorisme perlu dilakukan, agar dapat memberikan efek jera bagi pelakunya. “Kemenkumham memiliki kewenangan untuk itu, dan itu sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” ujar Denny.
Kebijakan pengetatan remisi maupun pembebasan bersyarat sebenarnya bukan hal baru karena sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006. Pada PP tersebut diatur syarat dan tata cara yang berbeda dan lebih berat untuk narapidana korupsi, terorisme, narkoba, dan organize crime lainnya dalam hal mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.
Labih jauh, Wakil Menteri menjelaskan bahwa dengan adanya pengetatan tersebut bukan berarti adanya diskriminasi. “Justru tidak adil apabila kejahatan umum dan khusus diperlakukan sama,” tambahnya. Apalagi, Denny menambahkan, UUD 1945 mengatur bahwa HAM ada yang dapat disimpangi dan ada yang tidak. Hak narapidana untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat merupakan hak yang dapat disimpangi, dengan menerapkan syarat dan pembatasan dalam peraturan.
Denny juga menangkis bila pengetatan tersebut dilakukan karena adanya motif politik sebab kebijakan tersebut bukan untuk orang per orang. “Kebijakan ini diputuskan semata-mata untuk menegaskan strategi juang pemberantasan korupsi dan terorisme. Tidak boleh dicampuradukkan dengan politik,” sambungnya.
Pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat tidak berlaku bagi justice collaborator, sebagai contoh terhadap Agus Condro. Sebab, Agus Condro memenuhi kualifikasi sebagai justice collaborator. “Sementara untuk selain justice collaborator sedang kami kaji,” tambah Wakil Menteri.
Kebijakan tentang pengetatan ini diakui Wakil Menteri juga tidak berlaku surut, melainkan berlaku ke depan. Kebijakan juga tidak menabrak prosedur. “Prosedur hukum dan proses pengambilan keputusan ini sangat dapat dipertanggungjawabkan. Dan kami betul-betul menjiwai bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa, sehingga harus diberantas dengan cara luar biasa pula,” ujar Denny.
Menutup Press Briefing saat sesi tanya jawab dengan wartawan, Wakil Menteri memahami adanya pro kontra terhadap kebijakan yang dibuat Menteri Hukum dan HAM tersebut. “Terima kasih bagi yang mendukung. Bagi yang ingin mengambil langkah hukum, kami hargai,” kata Denny Indrayana dengan tenang. Pernyataan tersebut terkait dengan adanya langkah hukum yang diambil Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, yang akan mensomasi Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM terkait moratorium remisi bagi terpidana korupsi. (Laila, Zaka. Dok: Zeqi, Budi)



Jakarta — Dokter memastikan WN Rusia (Victor Larin, 61) yang meninggal secara mendadak di gedung Ditjen Imigrasi terjadi secara alami, setelah sebelumnya mengalami kejang-kejang pada pukul 10.40 WIB.
Victor Larin datang ke Ruang Subdit Penyidikan pada pukul 10.10 WIB bersama dengan perwakilan dari Kedutaan Besar (Kedubes) Rusia di Jakarta untuk mengurus masalah kehilangan paspor kebangsaan dan perpanjangan ijin tinggal. Namun, karena ada kesalahan dalam persyaratan, Vitor Larin kembali ke Kedubes Rusia di Jakarta untuk memperbaiki Surat Permohonan Exit Permit untuk Victor Larin. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, yang sebelumnya ditujukan untuk Direktur Informasi Keimigrasian Up. Kasubdit Gunindok.
Pada pukul 10.35 WIB, Victor Larin bersama dengan perwakilan dari Kedubes Rusia kembali ke Ruang Subdit Penyidikan untuk menyerahkan surat yang telah diperbaiki dari Kedubes Rusia di Jakarta. Lima menit kemudian, Victor Larin mengalami kejang-kejang dan pada saat kejadian, staf Subdit Penyidikan a.n. Adrianto langsung memanggil dokter di klinik lantai 5.
Sesaat kemudian, dr. Yenny Kusumadewi beserta staf medis datang ke Ruang Subdit Penyidikan dan langsung menangani Victor Larin. Saat diperiksa, dokter menyatakan Victor Larin dinyatakan meninggal dunia.
Usai dinyatakan meninggal dunia, perwakilan dari Kedubes Rusia di Jakarta meminta untuk menunggu dokter dari Kedubes Rusia di Jakarta. Hingga laporan ini dibuat, pihak dokter dari Kedubes Rusia masih belum datang untuk penanganan lebih lanjut. (Laila. Dokumentasi: Zeqi)